Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malam di Kelas Tua

Pada suatu sore yang mendung, siswa-siswi kelas 3 SMA di sebuah sekolah di pinggiran kota bersiap untuk menghadapi ujian besar yang akan dimulai keesokan harinya. Mereka semua telah belajar keras, namun ada satu hal yang mengganggu pikiran mereka: sebuah kelas tua yang terletak di bagian belakang sekolah. Kelas itu sudah lama tidak digunakan dan konon katanya, ada cerita-cerita menyeramkan yang beredar di kalangan murid-murid senior.

Kisah yang paling sering terdengar adalah tentang seorang guru yang dulu mengajar di sana, Guru Salma. Dikatakan bahwa setelah beberapa tahun mengajar, ia tiba-tiba menghilang tanpa jejak pada malam sebelum ujian akhir, dan sejak saat itu, kelas itu selalu dihantui oleh suara-suara aneh dan bayangan gelap yang muncul di jendela pada malam hari.

Malam itu, tiga teman—Diana, Arga, dan Beni—memutuskan untuk belajar bersama di sekolah, karena rumah mereka jauh dan mereka merasa lebih nyaman di lingkungan yang familiar. Mereka memilih untuk belajar di ruang kelas yang dekat dengan perpustakaan. Namun, saat berjalan menuju ruang itu, Arga berbisik dengan suara rendah, "Bagaimana kalau kita belajar di kelas tua itu? Biar seru, sekaligus buktikan kalau cerita itu cuma mitos."

Beni, yang lebih penakut, langsung menanggapi, "Jangan bodoh, Arga! Itu tempat angker. Aku nggak mau ke sana."

Namun, Diana yang biasanya ceria dan berani, merasa penasaran. "Ayolah, kita ke sana. Nggak ada salahnya coba. Lagian, kita kan cuma belajar."

Akhirnya, mereka bertiga sepakat untuk pergi ke kelas tua itu. Mereka berjalan menuju ujung sekolah, tempat di mana kelas tua itu berada. Begitu sampai di depan pintu kelas, suasana di sekitar mereka berubah begitu dingin. Pintu kelas itu terlihat kusam dan penuh debu, dan gemboknya sudah berkarat. Tanpa ragu, Arga membuka gembok dan mendorong pintu yang berderit keras.

"Sepertinya nggak ada yang datang ke sini dalam waktu lama," ujar Diana dengan suara sedikit gemetar. "Tapi, kalau kita nggak coba sekarang, kapan lagi?"

Mereka masuk dan menyalakan lampu senter. Kelas itu tampak sangat berbeda dari kelas-kelas lainnya: kursi-kursi kayu usang yang tergeletak acak-acakan, meja-meja yang penuh goresan, serta jendela-jendela yang pecah dengan tirai yang sudah berwarna pudar. Di sudut ruangan, ada sebuah papan tulis yang hampir seluruhnya tertutup dengan lapisan debu tebal.

Saat mereka mulai duduk dan membuka buku untuk belajar, suasana semakin mencekam. Arga mencoba menghibur teman-temannya, tetapi tiba-tiba terdengar suara berderak yang berasal dari luar ruangan. Beni menoleh dengan cemas. "Ada yang mendekat, kan?"

Diana dan Arga hanya saling pandang, berusaha untuk tidak panik. Mereka berusaha untuk tetap fokus pada pelajaran, namun suara langkah kaki berat terdengar semakin jelas. Tidak ada orang lain di sekitar sekolah pada saat itu, hanya mereka bertiga.

"Siapa itu?" tanya Diana dengan suara gemetar.

Beni sudah terlihat sangat takut, wajahnya pucat. "Kita harus keluar dari sini, sekarang juga!"

Namun sebelum mereka bisa berdiri, lampu kelas tiba-tiba padam. Keadaan menjadi gelap gulita. Mereka mulai mendengar suara bisikan yang datang dari sudut ruangan. Suara itu terdengar seperti seseorang sedang menangis, merintih pelan. Diana membuka senter di tangannya, mencoba menyorot ke setiap sudut kelas, tetapi tidak ada apa-apa.

Tiba-tiba, dari balik jendela yang pecah, mereka melihat bayangan seorang wanita dengan rambut panjang yang terurai, mengenakan gaun putih lusuh, berdiri mematung di luar. Meskipun malam sudah sangat gelap, bayangan itu jelas terlihat.

Beni menjerit, "Itu... itu dia! Itu Guru Salma!"

Mereka berlari menuju pintu, namun pintu itu tidak bisa dibuka. Seolah-olah sesuatu menghalangi mereka keluar. Suara tangisan semakin keras dan diikuti dengan suara langkah kaki yang datang semakin dekat. Di saat yang sama, bayangan wanita itu mulai mendekat, menghampiri mereka dengan kecepatan yang menakutkan.

Akhirnya, dengan sekuat tenaga, Arga berhasil mendorong pintu kelas dan mereka melarikan diri ke luar. Begitu mereka keluar dari kelas, suara tangisan itu berhenti, dan bayangan itu menghilang. Namun, ketiganya terengah-engah, masih merasa jantung mereka berdebar kencang.

Mereka berlari kembali ke ruang kelas biasa dan duduk, terengah-engah, dengan tubuh gemetar. Diana, Arga, dan Beni hanya saling pandang, terdiam sejenak. Suasana hening, hanya terdengar suara napas mereka yang tersengal-sengal.

"Jadi, itu benar," kata Diana akhirnya, suaranya tergetar. "Cerita tentang Guru Salma itu... bukan cuma mitos."

Sejak malam itu, mereka tidak pernah lagi mendekati kelas tua itu. Suara tangisan dan bayangan wanita itu tetap menghantui mereka. Kelas tua itu kini benar-benar menjadi tempat yang terlarang, dan cerita tentang malam itu selalu diingat setiap kali mereka melewati bagian belakang sekolah.

Dan hingga kini, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Guru Salma, atau mengapa ia masih menghantui kelas tua itu. Namun, satu hal yang pasti—tempat itu tidak pernah lagi digunakan, dan siapa pun yang berani mencobanya akan merasakan hal yang sama seperti yang mereka alami malam itu.

Posting Komentar untuk "Malam di Kelas Tua"